Kenapa Tuhan Biarkan Hal Ini Terjadi Padaku


Pernahkah kalian merasa Tuhan jauh dari dirimu? Sekaan semua doa, usaha, dan imanmu sia-sia; sekan Tuhan tidak pernah mendengar curhat hatimu lagi? Atau mungkin disaat kamu memohon sesuatu, jawaban Tuhan adalah NO! Oke, yuk kita bahas satu persatu.

1.      Tuhan jauh sekali, apakah Tuhan sudah tidak mau dekat kita lagi?
Tidak, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ya, mungkin ada suatu titik kehidupan saat kamu merasa Tuhan tiba-tiba menghilang. Apakah Tuhan sengaja bersembunyi dan pura-pura tidak mendengar? Mengapa Tuhan melakukan hal ini? Seringkali kita bertanya “WHY”.  Setiap orang pasti mengalami ini dalam hidupnya. Aku juga pernah mengalaminya.

Saat itu, aku di kelas 2 SMA. Aku sekolah di SMA XAVERIUS 1 JAMBI. Mungkin sekitar tahun 2010, saat akan menghadapi ujian kenaikan kelas, di sekolah aku mengalami demam tinggi. Saat berada di UKS, suhu tubuhku sudah 38 derajat Celcius. Kala itu banyak teman-teman yang terserang DBD (Demam Berdarah). Karena rumahku terletak di sebrang sekolah, guru pun memintaku pulang. Aku mulai takut karena teman-teman berkata bahwa demam tinggi sekitar 38 derajat Celcius adalah tanda terserang DBD. Di rumah, mama memberiku obat demam yang biasa dijual di pasaran. Setelah 3 hari, aku sembuh dari demam dan inisiatif mandi air hangat di malam hari karena merasa badan lengket semua. Setelah mandi badan terasa sangat ringan tetapi esok harinya demam kembali tinggi. Semua keluarga mengira aku masuk angin akibat baru sembuh dari demam langsung mandi di malam hari.

Sahabatku, Sarah Widiyanti, papanya adalah seorang dokter umum. Papaku akhirnya membawaku ke dr. Widiyanto (papa Sarah). Saat itu aku takut disuntuk. Selama perjalanan ke dokter, aku sudah berdoa untuk kesembuhan agar tidak perlu disuntik. Entah kenapa aku takut sekali dengan jarum suntik. Itu suatu hal mengerikan bagiku. Aku sudah beriman dan berharap penuh pada Tuhan. Masa itu aku percaya dengan beriman dan berharap secara sungguh-sungguh, maka Tuhan pasti akan kabulkan apapun yang kita minta. Tapi, pada akhirnya aku disuntik juga. Ya, aku takut sekali dan suntikan memang benar-benar menyakitkan. Aku mulai bertanya mengapa Tuhan tidak menjawab doaku. Biasanya saat aku sakit demam, 1 hari juga sudah sembuh. Aku tidak pernah jauh dari Tuhan. Saat itu aku adalah pelayan di gereja. Aku melayani sebagai pemain keyboard, guru sekolah minggu, dan aktif dalam kegiatan di gereja. Dengan semua hal itu, aku memiliki keyakinan yang cukup untuk iman serta relasi personal yang kuat dengan Tuhan. Aku selalu saat teduh dan ikut komsel serta setiap minggu hadir di kebaktian gereja. Kenapa setelah semua hal yang aku lakukan untuk Tuhan, Dia tidak menjawab doaku sehingga aku harus disuntik? Terlepas dari semua pertanyaan di kepala tentang “Kenapa Tuhan lakukan ini padaku?”, aku masih berharap sembuh walau tidak mengerti kenapa Tuhan membiarkanku mengalami hal ini.

Satu minggu kemudian, ternyata keadaanku tidak semakin membaik. Tiba-tiba timbul bintik merah di tangan dan kaki, lalu aku mulai mengalami sesak nafas (sulit sekali bernafas). Aku tidak memiliki riwayat sakit asma tetapi kenapa bisa tiba-tiba sesak nafas? Mama mulai panik setelah google-ing tentang gejala yang aku alami. Hasil yang dibaca via google menuliskan gejala DBD yang panasnya seperti grafik pelana kuda. Aku mulai takut. Aku tidak pernah masuk RS apalagi diinfus. Aku sering melihat adikku di RS dan infus itu terlihat sungguh mengerikan dibandingkan dengan suntikan pereda demam. Aku mulai berdoa dan terus memohon kesembuhan. Aku benar-benar mengharapkan mukjizat terjadi sekejap mata setelah aku berkata “AMIN”.

Apa yang terjadi? Apakah benar mukjizat langsung terjadi? Ya, jawabanmya adalah tidak terjadi apapun. Aku belum sembuh. Papa langsung membawaku ke dr. Yani setelah mama ngotot malam itu juga harus diperiksa dokter. Papa masih selow tapi akhirnya menuruti permintaan mama dan aku dibawa ke daerah kebon sayur Thehok padahal dr. Yani sudah tutup jam 10 malam. dr. Yani menyarankanku untuk tes darah untuk mengetahui penyakit yang diderita. Oh, tidak! Ini sungguh menyeramkan, lagi-lagi jarum. Aku mulai kesal, kenapa sih Tuhan yang hebat ini tidak langsung menyembuhkan saja? Bukankah beberapa hari lalu aku sudah disuntik? Kenapa belum sembuh juga? Bukankah aku anak Tuhan? Kenapa Tuhan sepertinya meninggalkanku sendirian?

Sampel darah sudah diambil dan 30 menit kemudian hasil menyatakan positif DBD dengan trombosit 30 ribu. Kami kembali ke dr. Yani saat hampir tengah malam dan langsung diberi surat rujukan ke RS untuk ditangani di bagian UGD. Semua orang panik, termasuk diriku. Aku membayangkan akan diinfus dan ini sungguh menakutkan. Aku benar-benar tidak ingin mengalami ini. Aku masih berharap sesampai di RS, diagnosa berubah dalam sekejap dan aku sembuh total. Aku berpikir, mungkin Tuhan mau memberi mukjizat saat sampai di RS. Selama perjalanan ke RS, aku menghabiskan 60 ml Pocari Sweet. Aku tiba-tiba merasa sangat haus. Ya, akhirnya aku ketakukan karena kehausan yang ku alami. Tapi, aku masih merasa sangat sehat.

Sampai di RS, papa memberikan surat serta hasil cek darah ke suster di UGD, tetapi pihak RS tidak langsung melakukan tindakan, tetapi malah meminta diberikan jaminan deposito sebesar 1,5jt sebagai syarat untuk dilakukan penanganan. Papa marah-marah sambal menyelesaikan proses administrasi yang disyaratkan oleh RS. Saat itu aku berada di UGD sendirian. Aku duduk di Kasur UGD sambal memandang hal-hal menyeramkan seperti: tirai yang terkena percikan darah, mungkin ini bekas orang kecelakaan yang baru saja ditangani oleh dokter di ruang operasi dekat UGD karena dokter jaga sedang sibuk melakukan penanganan bersama suster-suster. Aku duduk termenung membayangkan kecelakaan yang dialami orang disana. Tiba-tiba suster menegurku karena duduk di tempat tidur dan menyuruhku duduk di ruang tunggu. Aku langsung menjawab bahwa aku adalah pasien UGD. Suster melihat laporan medis hasil tes darah yang ku bawa, namun mengabaikanku karena kondisi fisikku masih seperti orang sehat biasanya. Ya begitulah akhirnya aku berjalan ke sekitar koridor dan duduk di ruang tunggu. Beberapa saat kemudian, papa dating dan ngomel karena aku di ruang tunggu. Aku langsung menjelaskan bahwa suster RS yang menyuruhku tunggu disini. Papa langsung ke UGD dan mencari dokter jaga. Setelah dokter melihat rekam medis tersebut, dokter langsung meminta suster membawakan kursi roda. Aku tidak boleh berjalan (-_-) nah loh, kok jadi lebay sih! Aku dibawa dengan kursi roda dan langsung tiduran, diukur suhu tubuh serta tensi darah kemudian, hyaaaaaa…… bagian terseram dimulai, infus!!! Ini sih sakit bangettttt!! Lanjut rontgen, dan di UGD 1 jam menunggu cairan infus habis. Setelah habis 1 tabung infus, pukul 23.30 aku dibawa masuk ke ruangan rawat inap.

Aku di kelas I – isinya 3 pasien. Ya, aku dirawat di RS selama 5 hari. Selama diinfus aku sungguh takut menggerakkan tangan. Tangan kiri yang diinfus, dan tangan kanan yang setiap hari diambil darahnya untuk cek trombosit. Aku seram membayangkan infus jarumnya patah di dalam karena tertekuk, mengarah ke jantung dan jantung bocor lalu aku mati. Perasaan saat menjadi pasien itu bercampur aduk, dan hal paling sering dialami adalah takut ini itu karena takut mati.

Tidak ada doaku yang dijawab Tuhan. Tuhan jadi terasa sangat jauh. Tuhan seakan meninggalkanku sendirian menderita di RS. Saat masuk RS, besok pagi papa malah langsung tugas ke Jakarta, sedangkan mama siangnya buka warnet dan jaga dedek. Jadi, hanya malam hari saja mama tidur di RS menemaniku. Di sebelahku ada yang baru masuk bernama Dhame, dia kecelakaan mobil tengah-tengah malam. Mamanya menemaninya sepanjang hari dan hal ini membuatku sangat iri lho. Bagaimana bisa aku seharian sendirian, kesepian, putus asa dan merasa Tuhan ini pura-pura tidak kenal, ngumpet atau bahkan mungkin Dia tidak peduli lagi padaku. Teman-teman dan Pendeta sudah datang menjenguk dan mendoakan kesembuhanku tapi kok belum sembuh juga? Bahkan pendeta sudah tumpang tangan tapi belum mujarab juga. Setelah aku berada di RS, hari ke-4 papa pulang membawa kurma dan mama memberikanku jus kurma. Konon katanya kurma membantu menaikkan trombosit dan baik untuk menyembuhkan DBD. Yap, benar saja, setelah minum jus kurma beberapa kali dalam sehari, trombosit langsung naik dan esok harinya aku diperbolehkan pulang. Dokter juga takut aku tertular TBC yang diderita nenek sebelahku jadi walaupun belum 100% pulih, dia menyarankanku untuk rawat jalan saja menimbang masa kritis sudah lewat. Pada hari aku boleh pulang, seharian aku tidur dan mendengar lagu yang sangat mengena di hati:

Tangan Tuhan sedang merenda
Suatu karya yang agung mulia
Saatnya kan tiba nanti
Kau lihat pelangi kasih-Nya

Mendengar lagu ini membuatku kembali positif thinking. Pasti ada maksud dan tujuan Tuhan untukku. Yah, walau aku merasa Tuhan tidak membuat suatu mukjizat bagiku, toh akhirnya aku sembuh secara perlahan berkat suntikan menyiksa dan obat-obatan yang diberikan. Saat itu menurutku Tuhan sangat jauh sekali, aku ditinggal sendirian di RS, Dia tidak peduli denganku. Hal itu membuatku sangat sedih. Aku tidak bisa merasakan kehadiran Tuhan saat itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aloevera Gel Merk Nature Republic

Kehidupan Setelah Pernikahan